Pada tanggal 13 Agustus, Dedi sedang berulang tahun.
Dia tidak mengadakan pesta, tapi dia hanya mengundang beberapa orang untuk makan
siang di rumahnya. Ada Agus, Nissa, gadis yang sangat cantik yang sedang
diperebutkan oleh Dedi dan Agus, Putri, teman Nissa. Dan Bambang seorang
detektif swasta yang terkenal yang sering membantu polisi memecahkan kasus
sulit. Pada jam 1 siang mereka semua sudah berkumpul di rumah Dedi. Dedi ini
anak yatim piatu, orang tuanya yang kaya raya sudah meninggal 3 tahun lalu
karena kecelakaan. Jadi, Dedi tinggal bersama Bibinya yang janda bernama Dewi,
dan anaknya yang masih berumur 6 tahun bernama Ivan.
“Silahkan
dimakan” kata Bibi Dewi sambil menyuguhkan makanan-makanan di meja makan. 15
menit berlalu, mereka semua sudah selesai makan. Lalu, Ivan, anaknya Bibi Dewi
mengambil coklat di kulkas dan memakannya. Bibi Dewi langsung marah “Ivan!
Harus berapa kali ibu bilang? Kamu tidak boleh banyak makan manis-manis! Kamu kan
sedang sakit.” tegurnya. Ivan pun sedih sampai matanya berkaca-kaca.
Di meja makan, Dedi menantang Agus untuk panco. “Hei
Agus! Ayo kita adu panco, kita lihat siapa yang lebih kuat” tantangnya. Agus
pun menerima dan mereka pun adu panco. Namun Agus dikalahkan dengan mudah oleh
Dedi. Dedi langsung mengejek Agus “Hahaha kamu lemah sekali, gus. Mana mungkin
Nissa suka dengan orang lemah sepertimu!” katanya. Agus pun kesal dan ingin
memukul Dedi. Dedi malah menantang dan mengatakan “Pukul saja kalau berani!”
katanya. Bambang mencoba meleraikan “Sudahlah jangan berkelahi” kata Bambang.
“Iya, kalian kan sudah besar masa berkelahi?” tambah Nissa. “Tapi kamu kalau
bercanda jangan berlebihan, di. Apa kamu tidak bisa memikirkan perasaan Agus?”
kata Putri. Dedi pun menjawab “Hah! Memangnya orang bodoh seperti Agus ini
punya perasaan?” ejek Dedi. Agus pun kembali marah, lalu Bibi Dewi datang dari
dapur.
“Sudahlah! Berkelahinya cukup! Bagaimana kalau minum
kopi dulu?” kata Bibi Dewi. Dedi memang suka kopi, jadi dia langsung
meminumnya. Lalu Bibi Dewi kembali ke dapur dan membawakan kue coklat buatannya
“Nah, ini pencuci mulutnya” kata Bibi Dewi. Putri bilang “Wah! Kopi dan kuenya
enak sekali, bi!” sambil memakan kue. “Wah terima kasih ya” jawab Bibi Dewi.
“Loh, kamu tidak makan kuenya, di?” tanya Nissa. Dedi pun menjawab “Aku memang
tidak suka kue coklat”. Lalu, Dedi berdiri sambil mengatakan “Aku mau cari
angin dulu” lalu dia mengeluarkan bungkus rokok dari sakunya, namun rokoknya
habis. “Sial! Rokoknya habis!” katanya. Agus pun memberikan bungkus rokoknya
“Ini ambil saja rokokku, di”. Dedi pun mengambil rokok tersebut, dan pergi ke
halaman untuk merokok.
Ivan kecil mengambil kopi Dedi dan meminumnya, lalu
dia meludah “Pahit!” katanya. “Hei, kamu tidak boleh meminum kopi Ka Dedi” kata
Bibi Dewi. “Nah makan kuenya saja ya!” lanjutnya sambil menyuapkan kue ke Ivan.
10 menit berlalu, namun Dedi belum kembali dari halaman. Mereka lalu
kebingungan. Nissa pun pergi ke halaman untuk mencari Dedi. Tidak lama kemudian
Nissa berjerit “Aaaaa!” Lalu semua orang di dalam rumah kaget dan langsung lari
ke halaman. Ternyata Dedi sudah terbaring tewas masih memegang rokok di
tangannya. Bibi Dewi pun langsung memeluk Dedi sambil menangis “Dedi! Dedi!
Jangan tinggalkan bibi, di” tangisnya. Bambang langsung mengatakan “Telpon
polisi dan ambulans sekarang!” katanya.
Tidak lama kemudian polisi datang dan menyelidik TKP.
Inspektur polisi mengatakan “Setelah diselidiki, penyebab kematiannya adalah
keracunan semacam obat” katanya. Bambang dari tadi diam dan berfikir dalam hati
“Semua makanan tidak hanya dimakan oleh Dedi, tapi juga oleh yang lainnya.
Sedangkan kopi dituang dari poci yang sama, dan semua meminumnya, kue juga tadi
hanya Dedi yang tidak makan” Bambang lalu ingat “Oh iya! Agus tadi kamu
memberikan Dedi rokok kan?” kata Bambang. “I..I..Iya” kata Agus gemetaran.
“Coba rokoknya diperiksa, Pa Inspektur” kata Bambang. “Baiklah” jawab
Inspektur. Lalu Agus langsung mengaku “Iya! Memang aku yang melakukannya! Aku
memang sudah membencinya dari dulu, dia selalu menghinaku. Karena itu, aku
menaruh racun di filter rokok tersebut” kata Agus. “Filter? Bukan, bukan dia
pelakunya” kata Bambang dalam hati.
Bambang tiba-tiba mendengar suara air dari dapur, lalu
Bamban mengintip ke dapur. Di sana ada Bibi Dewi yang sedang mencuci piring dan
gelas. “Mencuci? Di saat seperti ini?” pikir Bambang dalam hati. Tidak lama
kemudian Bambang langsung mengerti “Oh! Jadi begitu, aku tahu sekarang” katanya
dalam hati.
Inspektur sudah ingin membawa Agus ke kantor polisi.
Namun Bambang menghentikannya. “Tunggu dulu, Inspektur! Bukan Agus pelakunya.”
kata Bambang. “Kamu ini bicara apa, Bambang? Dia sudah mengakui sendiri kalau
dia pelakunya” kata Inspektur kebingunan. “Itu benar, mungkin memang Agus
berencana untuk membunuh Dedi. Namun usahanya gagal!” jawab Bambang. “Lihatlah
putung rokok bekas Dedi itu. Putung rokoknya diputus tidak ada filternya. Dedi
memang mempunyai kebiasaan membuang filter rokok sebelum menghisapnya. Itu juga
dia lakukan tadi, dengan kata lain, Dedi tidak menghisap bagian yang ada
racunnya.” kata Bambang. “Lantas siapa pelakunya?” tanya Putri. Dedi menjawab
“Pelaku yang sebenarnya adalah Bibi Dewi!”. Bibi Dewi langsung kaget “Apa-apaan
ini? Bagaimana cara saya membunuhnya?” tanya Bibi Dewi kekagetan. “Anda menaruh
racun di kopi tadi!” jawab Bambang. “Tapi kan semua orang minum kopi” kata
Nissa. “Iya benar, semua memang minum kopi. Tapi hanya Dedi kan yang tidak
makan kue?” kata Bambang. “Lalu apa hubungannya?” kata Bibi Dewi.
Bambang menjawab “Apakah kalian tidak ingat tadi saat
Ivan kecil makan coklat, Bibi Dewi langsung marah dan menegurnya dia tidak
boleh makan manis-manis karena dia sedang sakit. Iya kan? Kemudian setelah Ivan
mencoba kopi, Bibi Dewi langsung menyuapinya kue coklat. Itu karena di dalam
kopi ada racun, dan di dalam kue terdapat obat penawar racun. Bibi Dewi melihat
Ivan mencoba kopi yang ada racunnya dan langsung buru-buru menyuapinya kue,
dengan kata lain, memberi obat penawar racunnya” kata Bambang “Bibi Dewi tahu
bahwa Dedi tidak suka makanan manis, jadi anda yakin bahwa Dedi tidak akan
memakan kue/penawar racun itu” lanjut Bambang. “Itu mengada-mengada! Tidak ada
bukti!” kata Bibi Dewi ketakutan. Bambang membalas “Ada buktinya, sebelum
polisi datang anda cepat-cepat membereskan cangkir kopi itu.” Bibi Dewi jatuh
menangis “Aku tak punya cara lain! Suamiku sudah meninggal, dan aku sangat
membutuhkan harta warisan Dedi. Aku hanya ingin membuat anakku Ivan bahagia”
Setelah itu Bibi Dewi diadili pihak berwajib. Kasus ditutup.